cover
HUBUNGAN PSIKOLOGI dan DAKWAH

DISUSUN OLEH:
MOHAMMAD IKHSAN NPM: 1519240014
NUR ANISA
DOSEN PEMBIMBING:
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN
ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wb. Wb
Alhamdulillah
penulis haturkan kehadiran Allah SWT, karena atas Rahmat taufik dan hidayahnya
sehingga penulis makalah tentang “Hubungan
psikologi dan dakwah”
dapat terselesaikan tepat pada waktunya
penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
terselesaikannya laporan ini, terutama kepada teman-teman yang telah membantu
terselesaikannya laporan ini.
Penulis menyadari bahwa penulis laporan
masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu kritik dansaran sangat penulis
harapan.Dan semoga laporan dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR ISI
Table of
Contents
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam masyarakat modern, kedudukan
dan peran psikologi dapat dikatakan
sebagai sarana efektif berhasil tidaknya tujuan yang diharapkan, baik secara individu
maupun
secara kelompok, sebab psikologi memberikan suatu petunjuk yang
berdasarkan berbagai macam teori
tentang bagaimana seharusnya manusia berbuat
untuk dirinya ataupun untuk
masyarakat.
Disamping itu, psikologi memberikan pula cara-cara bagaimana yang lebih
tepat dalam pemecahan masalah-masalah kemanusiaan,
baik
ia sebagai individu atau sebagai
kelompok
masyarakat, begitu pula dapat diterapkan dalam masalah
agama, khususnya sebagai acuan
metodologi dakwah, merupakan suatu yang tidak dapat
ditinggalkan.2
Dari segi psikologi bahwa dakwah dalam prosesnya dipandang sebagai pembawa
perubahan,
atau suatu
proses.
Dari
segi
dakwah, psikologi
banyak
memberi jalan pada perumusan tujuan
dakwah, pemilihan materi dan penetapan metodenya. Bagi seorang Da’i atau juru dakwah dengan mempelajari metode
psikologi yang mana psikologi dapat memungkinkan mengenal berbagai
aspek atau prinsip yang dapat menolongnya menelaah tingkah laku manusia dengan
lebih kritis dan juga
dapat memberikan kepadanya pengertian
yang lebih mendalam tentang tingkah laku dan
juga
psikologi memberikan jalan bagaimana menyampaikan materi dan
menetapkan metode
dakwah kepada individu manusia
yang
merupakan makhluk totalitas (psikofisik) dan
memiliki kepribadian,
baik dari faktor dalam
maupun pengaruh dari luar.
Maka yang perlu diperhatikan oleh juru dakwah
adalah situasi dan
kondisi
masyarakat obyek khususnya
situasi
psikologisnya. Manusia sebagai makhluk
jasmani dan rohani yang unik.
Proses perubahan
dan perkembangan pribadinya sangat rumit. Maka da’i yang menghadapinya juga komplek sehingga peran
psikologinya sangat dibutuhkan.
Manusia diciptakan oleh Allah dengan membawa tugas dan amanah yang
sangat berat. Salah satu tugas manusia di bumi ini adalah sebagai khlaifah fil ardh.
Setiap manusia memiliki tugas sebagai pemimpin. Dimana seorang pemimpin itu harus mampu menciptakan ketentraman, kedamaian, keadilan dan
kesejahteraan.
Membenarkan atau mengarahkan segala sesuatu yang dirasa belum baik
dan tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah selaku Sang Khalik. manusia
memiliki tugas untuk menyeru
kepada manusia yang
lain yang belum sesuai
dengan yang diperintahkan Allah. Manusia memiliki
kewajiban beramar
ma’ruf nahi
munkar (baca:
dakwah).
Dakwah merupakan kewajiban setiap muslim. Sebagai da’i tentu saja kita
ingin mencapai
kesuksesan dalam mencapai tugas
dakwah. Salah satu bentuk keberhasilan dalam dakwah adalah berubahnya sikap kejiwaan seseorang.
Saat ini banyak sekali fenomena-fenomena
negatif yang terjadi
di sekitar kita,
dalam artian, banyak sekali umat manusia
yang jauh dari
apa yang Allah
perintahkan kepada manusia itu sendiri. Tugas lain dari manusia adalah beribadah kepada Allah. bukan
hanya
manusia saja, tapi jin juga malaikat. Tapi masih banyak
sekali manusia yang belum menjalankan tugasnya, maka disinilah juga
tugas kita manusia (baca:
da’i) untuk meluruskan hal-hal
yang
seperti
itu
dan mengajak mereka
yang belum menjalankan perintah Allah untuk
melaksanakannya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Mengingat
luasnya bahasan yang berhubungan dengan hubungan psikologi dan dakwah, maka
perlu kiranya penulis memberikan batasan masalah yang akan penulis
uraikan nantinya. Secara garis besarnya Penulis membahas tentang :
1. Pengertian Pengertian Psikologi dan
Dakwah
2. Esensi Psikologi Dakwah
3. Ruang Lingkup Psikologi Dakwah
4. Pendekatan Psikologi Dakwah

2 Arifin, M. Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi,
(Jakarta: Bulan
Bintang,1997),hlm.10-12
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 . Pengertian Psikologi dan Dakwah
Secara harfiah, psikologi artinya ‘ilmu jiwa’, berasal dari kata Yunani psyce ‘jiwa’ dan logos ‘ilmu’. Akan tetapi yang dimaksud
bukanlah ilmu tentang jiwa.
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari
tingkah laku manusia sebagai gambaran dari keadaan jiwanya. Adapun dakwah merupakan usaha mengajak manusia agar beriman kepada Allah SWT dan tunduk kepada-Nya dalam kehidupan di
dunia ini, dimanapun ia berada dan bagaimana pun situasi serta kondisinya.
Dengan
demikian, psikologi dakwah adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yang merupakan gambaran
dari kejiwaannya
guna diarahkan kepada iman takwa kepada Allah SWT. Bila disederhanakan bisa juga dengan
pengertian, dakwah dengan pendekatan
kejiwaan.
Pengertian dari
Psikologi Dakwah yaitu Psikologi dan Ilmu Dakwah. Pengetahuan
tentang Ilmu Jiwa atau Psikologi diperlukan karena Psikologi
Dakwah memang merupakan bagian dari Psikologi, yakni
Psikologi Terapan. Ilmu Dakwah
juga sangat relevan karena Psikologi Dakwah ini adalah ilmu
bantu bagi kegiatan
dakwah. Boleh jadi pengguna ilmu ini adalah da’i yang psikolog yang suka
berdakwah.
A. Psikologi
Secara sederhana Psikologi sering disebut sebagai ilmu yang mempelajari
tingkah laku
manusia
yang merupakan gejala
dari
jiwanya. Sedangkan pengertian atau definisi yang lebih terperinci menyebutkan bahwa psikologi
adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari
tingkah laku
lahiriah
manusia dengan
menggunakan metode observasi secara obyektif, seperti terhadap rangsang (stimulus) dan jawaban (respon) yang menimbulkan tingkah laku.
Definisi tersebut di atas mengesankan bahwa kegunaan psikologi terbatas hanya untuk
menguraikan atau mengungkap apa yang ada di balik tingkah laku
manusia. Dalam keadaan tertentu, kebutuhan seseorang memang dapat saja terbatas hanya ingin mengetahui faktor kejiwaan
apa yang menyebabkan tingkah laku tertentu orang lain, tapi disaat yang lain, misalnya bagi seorang yang
sedang merencanakan
suatu
kegiatan
yang
melibatkan
banyak
orang
dimana banyak kemungkinan
bisa
terjadi, maka psikologi
dapat
membantunya meramalkan kira-kira tingkah laku apa yang bakal dilakukan
oleh sebagian atau keseluruhan dari orang-orang
yang
diamatinya.
Robert S. Wood-Worth berpendapat bahwa
psikologi adalah: ilmu
pengetahuan yang mempelajari semua tingkah laku dan
perbuatan individu, dalam mana individu tersebut dapat dilepaskan dari lingkungannya. Pelaksanaan secara ilmiah dari psikologi dilakukan dengan
jalan:
mengumpulkan dan
mencatat secara teliti tingkah laku manusia selengkap mungkin, dan berusaha
menjauhkan diri
dari
segala prasangka.3
B. Dakwah
Secara istilah dakwah berarti mendorong atau memotivasi manusia
untuk melakukan kebajikan dan mengikuti
petunjuk, memerintahkan mereka untuk
berbuat makruf dan mencegah kepada yang munkar agar mereka mendapat kebahagiaan di
dunia dan akhirat.4
Dakwah menurut
epistemologi yang berasal
dari bahasa Arab,
kata dakwah berbentuk Isim Masdar
yaitu bermakna panggilan, ajakan atau
seruan.5
Dalam bahasa Arab, da’wat atau da’watun biasa
digunakan untuk arti- arti: undangan, ajakan dan seruan yang kesemua
menunjukkan adanya
komunikasi antara dua pihak dan upaya mempengaruhi pihak lain. Ukuran
keberhasilan undangan,
ajakan atau seruan adalah manakala pihak kedua yakni yang diundang atau diajak memberikan respon
positif yaitu mau datang dan
memenuhi undangan itu.
Jadi kalimat dakwah mengandung
muatan
makna
aktif dan menantang, berbeda dengan kalimat tabligh yang artinya
menyampaikan.
Ukuran keberhasilan
seorang muballigh adalah manakala
ia berhasil
menyampaikan pesan Islam dan pesannya sampai (wama ‘alaina illa al balagh), sedangkan bagaimana
respon masyarakat tidak menjadi
tanggung
jawabnya.
Dari sini kita
juga dapat menyebutkan apa sebenarnya
tujuan dari dakwah itu
sendiri? Adapun tujuan
dari dakwah adalah untuk menumbuhkan pengertian, kesadaran, penghayatan dan pengalaman ajaran agama
yang dibawakan oleh
aparat dakwah/da’i.
Dengan demikian maka dapat dirumuskan
bahwa dakwah ialah usaha mempengaruhi orang lain agar mereka bersikap dan bertingkah laku seperti apa yang didakwahkan oleh da’i. Setiap da’i agama pun
pasti berusaha mempengaruhi orang lain agar mereka bersikap dan
bertingkah laku sesuai
dengan agama mereka. Dengan
demikian pengertian dakwah Islam adalah upaya mempengaruhi
orang lain agar mereka bersikap dan bertingkah laku islami (memeluk agama Islam).
Sebagai perbuatan atau aktifitas, dakwah adalah
peristiwa komunikasi dimana
da’i menyampaikan pesan melalui lambang-lambang kepada mad’u, dan mad’u menerima pesan itu, mengolahnya
dan kemudian meresponnya. Jadi, proses saling mempengaruhi antara da’i dan mad’u adalah merupakan peristiwa
mental.
Psikologi dakwah merupakan perpaduan
dari dua disiplin ilmu yang berbeda, maka untuk memberi
pengertian tentang obyek psikologi dakwah ini, kita coba terlebih dahulu untuk
mencoba meletakkan dasar pertemuan dengan
jalan
meminjam data dari kedua lapisan ilmu tersebut kemudian atas dasar itu maka kita
dapat menemukan obyek pembahasan tersendiri.
Psikologi
dakwah merupakan
kesatuan analisis terhadap
tingkah laku
manusia melalui pendekatan psikologi dan dakwah geologis yang terdisipliner.
Sebagai pembahasan yang mempedomani psikologi, maka
psikologi dakwah ini
termasuk di dalam ruang lingkup pembicaraan
psikologi teoritis khusus, dan juga
dalam psikologi praktis aplikatif. 6
Dengan
mengacu pada pengertian
psikologi, maka
dapat dirumuskan
bahwa
psikologi dakwah ialah ilmu
yang
berusaha menguraikan, meramalkan dan mengendalikan tingkah laku manusia
yang terkait dalam
proses
dakwah. Psikologi
dakwah berusaha menyingkap apa yang tersembunyi dibalik perilaku manusia yang terlibat dalam dakwah, dan selanjutnya menggunakan pengetahuan
itu untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan dari dakwah itu.
Pada hakikatnya psikologi
dakwah sebagai ilmu pengetahuan
bertugas
mempelajari/membahas tentang gejala-gejala
hidup kejiwaan,
baik
dari da’i maupun mad’u yang terlibat
dalam proses kegiatan dakwah.

3 Kartono, Kartini. Psikologi Umum, (Bandung: Mandar Maju, 1996), hlm. 1-2.
4 (Ali Mahfud, 1952: 16).
5 (Ali Mahfud, 1952: 17).
6 Kafie, Jamaluddin. Psikologi Dakwah,(Surabaya: Offset Indah, 1993), hlm.6-7.
2.2 Esensi Psikologi Dakwah
Tugas psikologi dakwah
adalah memberikan landasan dan pedoman kepada metodologi dakwah, karena metodologi baru dapat efektif dalam penerapan kerja
bila mana didasarkan
atas kebutuhan hidup manusia sebagaimana ditunjukkan
kemungkinan pemuasnya efek psikologi.
Dengan memperhatikan faktor-faktor
perkembangan psikologis beserta ciri- cirinya,
maka pesan
dakwah yang disampaikan oleh
juru dakwah akan
dapat meresap
dan
diterima
dalam pribadi
sasarannya dan kemudian diamalkannya kepada perasaan yang tulus tanpa adanya ganjalan karena hal tersebut dapat
menyentuh dan memuaskan
kehidupan
rohaninya.
Disinilah letak
titik
berat
strategi-strategi dakwah yang sebenarnya yaitu menerima pesan dakwah dengan ikhlas
sekaligus
mempraktekkannya.7
A. Sasaran Dakwah
Sehubungan dengan kenyataan yang berkembang
dalam masyarakat,
bila dari aspek kehidupan psikologis, maka dalam
pelaksanaan program
kegiatan dakwah berbagai permasalahan
yang menyangkut sasaran bimbingan atau dakwah perlu mendapatkan konsiderasi yang
tepat yaitu meliputi hal-hal
sebagai berikut:
1. Sasaran
yang
menyangkut kelompok
masyarakat dilihat
dari
segi
sosiologis
berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar dan kecil, serta masyarakat di
daerah marginal
dari
kota besar.
2. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari
segi struktur kelembagaan berupa masyarakat, pemerintah dan keluarga.
3. Sasaran
yang berupa kelompok-kelompok masyarakat dilihat
dari segi sosial kultural
berupa golongan
priyayi, abangan
dan santri. Klasifikasi ini terutama terdapat dalam
masyarakat
di Jawa.
4. Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat usia berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua.

7 Mubarok, Achmad. Psikologi Dakwah. (Pustaka Firdaus: Jakarta. 1997), hlm. 50
5. Sasaran yang berhubungan dengan
golongan
masyarakat dilihat dari okupasinal (profesi, atau pekerjaan) berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh,
pegawai negeri
(administrator).
6. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup sosial ekonomis berupa golongan orang
kaya,
menengah dan miskin.
7. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi jenis kelamin berupa golongan wanita, pria dan sebagainya.
8. Sasaran berhubungan dengan golongan dilihat dari segi khusus
berupa golongan masyarakat tunasusila, tunawisma, tunakarya, narapidana dan sebagainya.
Dan jika
disebutkan secara
general, sasaran
dakwah
ini adalah meliputi
semua golongan masyarakat. Walaupun masyarakat ini berbeda dan
masing-masing memiliki ciri-ciri khusus dan tentunya juga memerlukan cara-cara yang berbeda-
beda dalam berdakwah,
perlu kita lihat dulu siapa mad’unya, dari golongan mana
agar apa yang akan kita dakwahkan dapat diterima dengan baik oleh mad’u.
B. Dakwah Psikologis
Dakwah psikologis atau
dakwah yang dilakukan dengan pendekatan jiwa memang sangat penting,
turunnya ayat al-Quran secara
bertahap merupakan suatu bukti
bahwa pendekatan kejiwaan merupakan sesuatu yang tidak boleh diabaikan,
begitu pula dengan berbagai
peristiwa dakwah yang dialami oleh Rasul SAW. Misalnya dalam turunnya ayat dilarangnya minum khamar,
Allah membuat tiga tahapan:
- peringatan tentang
mudharat-nya (QS. 2:
219)
- pelarangan sholat dalam keadaan mabuk (QS. 4:
43)
- perintah menjauhi khamar (QS. 5:
90)
2.3 Ruang Lingkup Psikologi Dakwah
Sebagaimana
telah disebutkan di atas bahwa
kalimat da’watun dapat diartikan dengan undangan, seruan atau ajakan, yang kesemuanya
menunjukkan adanya komunikasi antara dua pihak dimana pihak pertama (da’i) berusaha
menyampaikan informasi, mengajak dan mempengaruhi pihak kedua
(mad’u). pengalaman berdakwah menunjukkan
bahwa ada orang yang cepat tanggap
terhadap seruan
dakwah ada yang acuh tak acuh dan
bahkan ada yang bukan hanya tidak mau menerima tetapi
juga melawan dan menyerang
balik.
Proses
penyampaian
dan penerimaan
pesan
dakwah itu dilihat dari sudut
psikologi tidaklah
sesederhana
penyampaian
pidato
oleh
da’i dan didengar
oleh
hadirin, tetapi mempunyai makna
yang luas, meliputi penyampaian energi dalam sistem syaraf, gelombang suara
dan tanda-tanda. Ketika
proses suatu dakwah berlangsung, terjadilah penyampaian
energi dari alat-alat indera ke otak, baik pada
peristiwa
penerimaan pesan dan pengolahan informasi, maupun pada
proses saling
mempengaruhi dari kedua belah pihak.
2.4 Pendekatan Psikologi Dakwah
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa
sebagai kegiatan dakwah adalah
peristiwa komunikasi. Komunikasi menarik perhatian banyak disiplin ilmu, dengan pendekatan
yang berbeda-beda. Sosiologi misalnya, mempelajari komunikasi dalam
konteks interaksi sosial
untuk mencapai tujuan-tujuan kelompok. Dalam pandangan sosiolog, komunikasi adalah proses megubah kelompok manusia menjadi kelompok manusia yang
berfungsi.
Menurut teori komunikasi, (fisher, 1978, hlm. 136-142), proses dakwah dapat
dilihat sebagai
kegiatan psikologis
yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
Pertama, diterimanya stimuli (rangsang) oleh organ-organ penginderaan,
berupa orang, pesan,
warna atau
aroma.
Kedua, rangsang yang diterima mad’u berupa-rupa, warna, suara, aroma dan pesan dakwah
yang
disampaikan
da’i-da’i itu kemudian
diolah
di
dalam benak mad’u (hadirin), dihubung-hubungkan dengan
pengalaman
masa lalu masing- masing dan disimpulkan juga oleh masing-masing. Meskipun pesan dakwah oleh da’i itu dimaksudkan A, tapi
kesimpulan mad’u boleh jadi B, C, atau D.
Ketiga, untuk merespon terhadap ceramah atau seruan ajakan da’i (misalnya
tepuk tangan, berteriak,
mengantuk atau karena bosan kemudian meninggalkan
ruangan), pikiran hadirin bekerja, mengingat-ingat apa yang pernah terjadi di masa
lalu. Dari memori itu para hadirin kemudian meramalkan bahwa jika hadirin
melakukan tindakan X, maka da’i akan melakukan tindakan Y,
jika X maka Y.
Keempat, setelah itu barulah hadirin akan merespon terhadap ajakan da’i, dan respon dari hadirin itu merupakan umpan balik bagi da’i.
Sebenarnyalah bahwa dalam
proses
dakwah, dalam arti interaksi sosial
antara da’i dan mad’u sekurang-kurangnya terkandung tiga
makna:
1. Bahwa, baik da’i maupun mad’u sebenarnya terlibat dalam proses belajar, baik
dari segi berpikir maupun dari sudut merasa. Mad’u belajar kepada da’i, tapi da’i juga belajar kepada umpan balik yang
disampaikan oleh mad’u
2. Antara da’i dan mad’u terjadi proses penyampaian dan penerimaan lambang- lambang dalam
berkomunikasi (tepuk
tangan lambang suka, gaduh dan ngantuk
lambang penolakan).
3. Adanya
mekanisme penyesuaian diri antara da’i dan mad’u. Bentuk penyesuaian diri itu bisa
permainan peranan, identifikasi, atau agresi. Jika hadirin ramai-ramai meninggalkan tempat acara atau berbicara sendiri atau mengantuk semua, padahal mubalighnya masih pidato di atas mimbar, maka
apa yang dilakukan hadirin menurut
pandangan psikologi sebenarnya
merupakan penyesuaian diri
dari ceramah yang tidak komunikatif.
Proses dakwah dikatakan
berhasil
dan efektif ketika
tujuan dari dakwah itu sendiri telah tercapai.
Tercapainya tujuan dakwah ada beberapa tahap, antara lain:
a. Tahap kognitif, adalah ketika seorang mad’u mampu menangkap, mengerti dan
memahami
apa yang disampaikan oleh seorang da’i.
b. Tahap afeksi, adalah tahap berikutnya setelah tahap kognitif. Pada tahap ini, seorang mad’u diharapkan mampu merasakan dan merenungkan secara lebih
mendalam apa yang telah disampaikan oleh da’i, tidak
hanya sekedar memikirkan saja.
c. Tahap psikomotor, adalah tahap dimana seorang mad’u telah mampu
mengaplikasikan atau menjalankan apa yang sebelumnya
telah disampaikan oleh seorang da’i, dan
setelah mad’u melakukan perenungan
secara mendalam. Sehingga kesadaran benar-benar muncul dalam diri seorang mad’u tentang apa sesungguhnya
kewajibannya terhadap Tuhannya, apa seungguhnya
tugas dan
ewajibannya di dunia ini agar pada saat menjalankan tugas dan amanahnya,
seorang mad’u benar-benar melakukan dengan
berdasarkan
kesadarannya sendiri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan tentang psikologi dakwah di atas dapat kita lihat bahwa erat
sekali hubungan
antara psikologi dengan dakwah.
- Karena ketika seseorang berdakwah
(da’i) maka ia
perlu bahkan harus
mengetahui kondisi psikologis obyek yang didakwahi (mad’u) agar apa yang disampaikan nantinya
dapat tersampaikan dengan baik. Karena dakwah itu sendiri merupakan suatu
kegiatan
yang mempengaruhi orang lain
agar
mau merubah tingkah lakunya dan mengikuti sesuai dengan yang disyari’atkan oleh agama (Islam).
- Dalam mempengaruhi orang lain agar orang lain dapat mengikuti apa yang kita
inginkan maka kita harus melakukan beberapa pendekatan, dan bisa dibilang
pendekatan psikologis adalah pendekatan yang paling penting dan yang paling berpengaruh apakah nantinya orang lain (mad’u) itu dapat menerima apa yang
disampaikan oleh da’i dan menjalankannya.
- Perlu kita ketahui juga bahwasannya
tujuan utama dari
dakwah adalah
bagaimana nantinya
seorang mad’u dapat
atau mau menjalankan apa yang
disampaikan oleh seorang da’i, bukan hanya sekedar dipahami, direnungkan
dan dirasakan saja. Dan bagaimana agar seorang mad’u benar-benar menjalankan apa yang disampaikan oleh da’i dengan penuh kesadaran dari dirinya sendiri.
Peran psikologi dakwah
sangat membantu kaitannya dalam aktifitas dakwah.
Kegiatan dakwah dapat
berlangsung dengan
lancar dan berhasil dengan
baik
diperlukan pengetahuan
tentang psikologi dakwah. Karena
kegiatan dakwah pada dasarnya
adalah kegiatan
penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain.
Maka perlu mengkaji prinsip dasar psikologi komunikasi juga
berhasil atau tidaknya suatu kegiatan dakwah sangat ditentukan oleh sikap mental pengetahuan
juru dakwah.
Daftar pustaka
http ://edukasi .kompasiana.
com/2010/11/02/apa-itu-psikologi/
http://aryjanoel0.blogspot.com/2010/04/hubungan-psikologi-dengan-ilmu-yang.html
Ancok, Jamaluddin, dan Fuad Nasori Suroso. Psikologi Islam, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1994.
Arifin, M.
Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, Jakarta:
Bulan Bintang, 1997.
Kafie, Jamaluddin. Psikologi Dakwah, Surabaya: Offset
Indah, 1993.
Kartono, Kartini. Psikologi Umum, Bandung: Mandar Maju, 1996.
Al-Mubarok. Al-Qur’an dan
Terjemahnya, Semarang: Asy-Syifa, 1998.
Mubarok,
Achmad. Psikologi Dakwah. Pustaka Firdaus: Jakarta. 1997.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar